Senin, 05 Maret 2012

JASA SEKEPING UANG PENNY

Sambil mengeluarkan tangannya yang menggenggam sekeping uang penny, berkatalah Maggie pada si tua Dan, "Ambil uang penny saya, Paman." Nelayan tua itu sedang duduk di bangku memperbaiki jala. Abang Maggie, Andrew, menariknya mundur. Bisiknya, "Maggie, dia bukan pengemis."


TETAPI Maggie tidak menghiraukannya. "Ambil saja, Paman."


Si tua Dan tersenyum dan menerimanya. "Terima kasih, Nak," katanya.


Setelah itu Maggie dan Andrew pergi ke bagian pantai yang berbeda. Mereka berniat mencari kerang.


"Ayo, kita lihat nanti siapa yang memperoleh kerang lebih bagus," kata Andrew.


Maggie tidak memperhatikan betapa cepat waktu berlalu, serta bagaimana keadaan di laut telah berubah. Ia merasa lelah. Lalu duduklah ia di sebuah karang di samping sebuah genangan kecil air yang penuh tetumbuhan laut.


Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara didekatnya. Anjing Dan yang besar, Rover, melompat turun dari sebuah tebing karang! Anjing itu menjilati tangannya dan mengeluarkan suara mendengking, dan dengan lembut segera menarik-narik baju roknya.


"Rover ingin agar aku segera pergi dari sini," pikirnya, sambil ia menepuk-nepuk tengkuk si anjing. Maggie pun pergi meninggalkan karang itu untuk pulang.


Tetapi celaka! Ternyata perjalanan tidak semulus tadi. Tempat yang tadi dilaluinya dengan mulus, kini sangat sulit didaki. Hal itu disebabkan oleh air pasang. Bebatuan di situ kini menjadi basah dan licin.


Apa yang bisa dilakukan Maggie? Ia terisak dan berteriak, tetapi suara ombak lebih keras daripada suaranya. Dan barangkali ia bisa tenggelam kalau tidak ada Rover.


Anjing itu memanjat ke sebuah tebing karang besar dan memperkeras gonggongannya yang serak, sampai melebihi suara gelombang.


Ketika Andrew telah lelah mencari kerang, ia pergi mencari Maggie, tetapi tak menemukannya. Dikiranya adiknya telah pulang. Tetapi sampai di rumah diketahuinya sang adik belum pulang.


Sementara itu si nelayan Dan membawa jalanya ke puncak tebing. Ia sedang merentangkannya, ketika ia mendengar gonggongan anjing yang keras.


Ia yakin bahwa itu suara Rover. "Rover dalam kesulitan!" cetusnya. Ia lalu pergi ke tepi tebing dan memandang sekelilingnya. Kemudian dilihatnya apa yang terjadi. Rover menyalak minta tolong, dan seorang anak perempuan berdiri ketakutan di sampingnya.


"Astaga, dialah anak yang memberiku uang satu penny tadi pagi!' serunya. Nelayan tua itu bergegas pergi ke pondok anak lelakinya.


"Nak, cepat ambil perahu," serunya. "Cepat dayung ke Teluk Remis. Ada bocah hendak tenggelam."


Nelayan muda itu tidak membuang waktu. Dikayuhnya perahu ke pantai teluk yang setiap saat bisa digenangi air pasang itu. Si kecil Maggie dan Rover yang terperangkap di tebing karang itu bisa di selamatkan. Si tua Dan menunggu dipantai. Ia ikut menarik Maggie keluar dan menyerahkannya kepada sang Ibu yang sudah dilapori kejadian itu.


Kata nelayan tua itu kepada Bu Weston, ibu Maggie, "Semua itu berkat sekeping uang penny yang diberikannya padaku, Bu. Kulihat Rover memandangi bocah itu ketika menaruh keping uang penny ke tanganku. Seperti ia hendak berkata, 'Rover bakal jadi sahabatmu, Nak.' Dan kupikir pasti ia menguntitnya sepanjang hari itu, sebab ia tak pernah ada di dekatku."


Bu Weston ingin membeli anjing itu, tetapi Dan tidak mau berpisah dengan anjing kesayangannya. Beberapa tahun kemudian, Rover datang ke rumah Maggie membawa sebuah catatan kecil, tertulis,


"SUDIKAH MAGGIE MEMELIHARA ROVER? MAJIKANNYA SUDAH MENINGGAL."


Sumber: Majalah Bobo, no.13 - 9 Juli 1988

Sabtu, 18 Februari 2012

KERAMAHAN SEORANG DETEKTIF

Jim Trent seorang detektif yang ditugaskan untuk menangkap seorang buronan berbahaya bernama Bill Howard. Ia merasa tugasnya kali ini cukup berat. Ia harus menyusup jauh ke wilayah Cumberlands, Tennesse (Negara Bagian Amerika), tempat tinggal keluar Bill Howard.


SIANG ITU Trent menghentikan mobilnya di tepi jalan dan meninggalkannya. Dengan berjalan kaki, Trent menyusuri jalan setapak yang menuju ke lereng bukit. Sebuah rumah sederhana nampak berdiri kokoh dipunggung bukit. Trent melangkah ke arah rumah itu dengan hati mantap.


Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah orang yang sedang dicarinya berada dalam rumah itu? Ia merasa tak yakin. Tetapi bagaimanapun ia harus mendapat kepastian. Bill Howard telah banyak membuat kejahatan. Ia seorang pemuda yang licik dan cerdik. Polisi tak pernah dapat menangkapnya. Hal ini semakin membuat resah masyarakat kota. Terutama toko serba ada, bank dan rumah orang kaya yang menjadi sasarannya selama ini. Dan sekarang Bill Howard berada di daerah perbukitan wilayahnya sendiri, yang tentu saja semakin sulit ditangkap. Penduduk setempat akan melindunginya, bila ada orang yang mencari Bill Howard. Demikian pula keluarganya.


Telah berulang kali polisi dikirim untuk menangkap buronan itu. Tetapi mereka semua pulang ke markas dengan kegagalan. Rumah tinggal keluarga Howard mudah ditemukan. Tetapi di manakah Bill? Itulah yang sulit dilacak!


Ketika Trent mengetuk pintu rumah, pintu terbuka sendiri tanpa ada orang yang berdiri di ambang pintu menyambutnya. Semula Trent ragu, tetapi kemudian dengan mantap melangkah masuk, Empat lelaki dan seorang perempuan setengah baya, menyambutnya dengan tatapan dingin.


Trent balas memandang mereka satu demi satu. Dan pandangannya berakhir pada seorang lelaki tua, yang rambutnya sudah putih semua. Ia memperkirakan lelaki tua itu pasti ayah Bill Howard. Maka Trent segera mengangguk hormat lalu tersenyum kepadanya.


"Nama saya Jim Trent," kata Trent memperkenalkan diri. "Saya seorang detektif polisi. Kalau boleh saya mengetahui, apakah Tuan ayah Bill Howard?'


Lelaki tua itu diam saja. Tetapi Trent yakin dugaannya tak akan salah.


"Saya datang membawa surat perintah penangkapan," kata Trent lebih lanjut. "Apabila anak Tuan berada di sini, maka saya berkewajiban untuk membawanya ke kantor polisi."


"Aku yakin kau tak akan mampu melakukannya," sahut lelaki tua itu dengan nada datar. "Bill tak akan pernah bisa dibawa ke kantor polisi. Dia tak melakukan kesalahan apa pun, kecuali melanggar undang-undang. Dan bagiku, undang-undang hanya buatan orang-orang tertentu, yang hanya untuk melindungi orang-orang kaya. Tetapi itu semua tak berlaku bagi orang-orang miskin seperti kami. Kami telah dibebani pajak yang amat tinggi. Lalu apalagi yang hendak dituntut dari kami yang sudah semiskin ini?


Orang-orang semacam kau, yang menjadi orang upahan untuk kepentingan orang kaya, tak sepantasnya datang kemari!"


Serentetan caci-maki yang ditujukan pada undang-undang dan pajak, terlontar dari mulut Tuah Howard. Namun, Trent tak menjawab sepatah kata pun. Ia juga tak menunjukkan sikap tersinggung dengan caci maki itu. Dengan sabar Trent menunggu sampai habis semua kekesalan hati lelaki tua itu. Kemudian Trent berkata, "Saya tidak menyalahkan Tuan yang punya perasaan begitu. Jika Tuan mengatakan bahwa Bill tak ada di rumah ini, saya akan mempercayai setiap perkataan Tuan. Karena itu saya hendak pamit pulang."


"Dia tak ada di sini!" hardik Tuan Howard. "Dan kau bersama komplotanmu tak akan pernah bisa menangkapnya, walau seratus tahun kalian mencarinya!"


"Baiklah, kalau demikian perkenakanlah saya pamit pulang," sahut Trent sambil membalikkan badan, dan siap hendak melangkah keluar. Tetapi sebuah suara keras menghentikan langkahnya.


"Kau tidak akan pernah keluar dari rumah ini!"


Perlahan-lahan Trent menoleh kembali berhadapan dengan wajah-wajah tak ramah. Lelaki tua itu kini menodongkan sepucuk senapan berkaliber besar ke arahnya. Trent hanya bisa mengangkat bahu, lalu duduk dikursi dekat perapian. Keheningan mencekam di dalam ruangan rumah itu.


Sementara wanita setengah baya yang sejak tadi mengikuti pembicaraan itu, pelan-pelan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dan keempat lelaki lainnya masih tetap duduk di tempatnya. Mereka diam tak saling berkata-kata. Sementara hari mulai gelap. Salah seorang dari mereka menyalakan lampu minyak. Terkadang mereka saling menyodorkan botol yang berisi minuman terbuat dari sari jagung.


Tanpa disengaja Trent melihat ada sebuah biola tua, yang tergantung di dinding dekat perapian. Ia kemudian mengambilnya dan mulai memainkan beberapa lagu. Tak seorang pun mencegah perbuatannya itu. Padahal Trent sudah siap bila ada seorang yang akan merampas biola itu dari tangannya.


Mula-mula Trent memainkan lagu-lagu berirama lembut. Tetapi kemudian ia mulai memainkan beberapa lagu bernada gembira. Ia merasa suasana tegang di ruang itu mulai mengendur. Dan Trent terus memainkan lagu-lagu yang masih diingatnya. Dulu ia pernah menjadi anggota orkes di sekolahnya. Dan ia salah seorang pemegang biola.


Keempat lelaki yang duduk di ruang itu mulai menghentak-hentak kaki mengikuti irama lagu. Hingga akhirnya menjelang tengah malam, salah seorang di antara mereka meminta Trent memainkan lagu kesayangan keluarga Howard. Keempatnya pun kini bertepuk tangan sambil menari gembira. Melihat kegembiraan mereka, Trent tersenyum sambil terus menggesek biolanya.


Setelah itu, Trent menggantungkan kembali biola tersebut di tempatnya semula. Lalu katanya, "Tuan Howard, bila tuan mempunyai tempat tidur lebih, aku akan menginap di sini."


Lama sekali lelaki tua itu menatap Trent. Namun kali ini tatapannya tak sesinis tadi. Bahkan dengan hangat ia langsung menjabat tangan Trent erat-erat.


"Pulanglah," sahutnya kemudian, "Tunggu saja di Louisville. Aku akan mengantarkan sendiri anakku ke sana. Tetapi sekarang sudah pagi, mari kita sarapan dulu."


Setelah sarapan dan berbincang-bincang santai, Trent meninggalkan rumah keluarga Howard. Wajah-wajah mereka kini penuh dengan rasa persahabatan. Bahkan Howard tua mengantarkan Trent sampai ke mobilnya. Trent meninggalkan tempat itu dengan perasaan lega. Apalagi setelah di dengarnya Howard tua mengulangi janjinya.


Beberapa hari kemudian Howard tua datang bersama Bill ke Louisville. Trent menyambut mereka seperti layaknya terhadap sahbat-sahabat dekatnya. Ia tetap bersikap ramah, sekali pun di hadapannya kini berdiri seorang penjahat. Namun, Trent yakin orang itu jadi tak berbahaya, bila diperlakukan dengan baik dan sopan. Hal itu telah dibuktikannya beberapa waktu yang lalu.


Selang beberapa bulan setelah Bill Howard berada dalam penjara, pengadilan memutuskan untuk membebaskannya dengan uang jaminan. Hal itu disebabkan semua hasil rampokan Bill Howard selama ini, dibagi-bagikan pada orang-orang miskin di daerahnya. Rupanya hal itu menyebabkan ia selalu terhindar dari kejaran polisi. Karena penduduk dan keluarganya selalu melindungi Bill. Tetapi walau bagaimanapun, keadilah harus ditegakkan. Segala tindakan yang merugikan orang lain atau masyarakat, tentu saja harus ada hukumnya.


Source: Majalah Bobo no.40 - 14 Januari 1989

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting