Minggu, 07 Agustus 2011

MUSANG DAN UNTA

PADA suatu sore, seekor musang berdiri di pinggir sebuah sungai memperhatikan beberapa ekor ayam yang sedang bermain di atas pasir.

"Oh," keluh Musang, "jika aku dapat berenang, betapa lezatnya ayam-ayam itu! Sayang aku tak memiliki sampan."

Beberapa saat kemudian seekor unta keluar dari balik pepohonan. "Nah," gumam Musang, "aku akan dapat menggunakan Unta ini untuk menyeberangi sungai. Aku dapat naik pada punuknya dan Unta ini akan menjadi perahuku."

"Selamat sore kawan," kata Musang pada Unta. "Apakah kau lapar? Aku tahu sebuah tempat dimana pohon-pohon tebu tumbuh lebih tinggi dan lebih manis dari dari tempat lain."

"Dimana? Dimana tempat itu?"  tanya Unta penuh nafsu. "Katakan padaku dan aku akan segera kesana."


"Memang aku dapat mengajakmu ke tempat itu," Kata Musang, "tetapi tempat itu ada di seberang sungai, dan kau tahu aku tidak bisa berenang."  Begitulah Musang mulai mencoba mengambil hati Unta. 

"Ah," kata Unta, "itu soal mudah. Naiklah ke punukku, dan aku akan menyeberangkan kau, lalu kau harus segera menunjukkan kepadaku dimana tebu-tebu yang lebih tinggi dan manis itu. Ayo, cepat! Perutku semakin lapar!"


Kemudian naiklah Musang itu, ke punuk Unta, dan Unta pun segera berenang menyeberangi sungai. Musang itu sedikitpun tidak basah, bahkan ujung ekornya juga tidak (Meski hanya ekornya, Musang sangat tidak senang bila kena air).


Setelah mereka menyeberangi sungai, Unta segera pergi meninggalkan Musang menuju ke ladang tebu. Sementara itu, Musang telah mulai menyergap mangsanya lalu melahap dengan rakusnya.


Tak lama kemudian Musang merasa kepayahan karena kenyang dan ia sudah tak sanggup untuk makan lebih banyak lagi. Maka ia pergi menuju ladang tebu di mana Unta sedang makan.


"Lho, kok sudah kesini?  Ada apa? Apakah ayamnya sudah habis?" tanya Unta.


"Ya, aku sudah tak dapat makan lagi. Mari kita pulang!" ajak Musang.


"Oh," kata Unta lagi, "saya belum mulai makan."


"Baiklah, aku akan berbaring dipinggir ladang ini untuk menunggumu," kata Musang.


Tetapi Musang itu tidak berbaring di pinggir ladang. Ia sangat tergesa-gesa untuk pulang ke rumah, karena ia telah mendapat semua yang diinginkannya sampai perutnya kenyang. Ia lalu berkata, "Aku tak ingin menunggunya di sini. Aku akan menyanyikan sebuah lagu yang dapat membuat Unta itu bergegas-gegas pergi, sehingga aku dapat segera pulang; sebab tanpa Unta aku tak dapat menyeberangi sungai untuk pulang."


Lalu mulailah musang itu bernyanyi. Tentu saja Unta tidak mengacuhkannya. Tetapi, seperti yang diharapkan oleh Musang, petani yang memiliki ladang itu mendengar apa yang ia lagukan. Petani segera tahu bahwa tebu kepunyaannya sedang dicuri, maka ia berlari-lari dengan membawa tongkat untuk memburu pencurinya. (kita sering mendengar suara musang itu persis seperti orang yang sedang menangis. Konon menurut cerita orang, Musang selalu menangis bila terlalu kenyang).

Musang yang licik itu bersembunyi di tengah-tengah tanaman tebu yang tinggi sehingga tidak dapat terlihat oleh petani. Sedang Unta, yang tubuhnya lebih tinggi dari pohon tebu, tak dapat menyembunyikan dirinya. Maka petani segera dapat menemukannya.

Petani memanggil anak-anaknya, lalu mereka beramai-ramai memukuli Unta yang malang itu kemudian mengusirnya dari ladang tebu.


Ketika petani dan anak-anaknya sudah pergi, Musang keluar dari persembunyiannya dan mendapatkan Unta malang tergeletak dengan luka-luka memar akibat pukulan petani dan anak-anaknya.


"Oh, kawan," Musang pura-pura bersedih, "dimanakah kau tadi? Aku telah mencarimu ke sana ke mari di ladang tebu dan baru sekarang ini aku menemukan engkau."

"Jangan panggil aku kawan." kata Unta dengan marah. "Mengapa kau bernyanyi-nyanyi sehingga petani keluar lalu memukuli aku?"

"Oh, apakah petani memukuli engkau?" tanya Musang pura-pura tidak tahu apa yang baru saja terjadi. "Ah, kasihan kau. Menyesal aku. Tetapi mau bagaimana lagi aku memang harus selalu bernyanyi setiap kali habis makan sore.


"Ooo benarkah itu?" kata Unta , "aku benar-benar tidak tahu. Baiklah, mari kita segera pulang. Naiklah ke punukku sementara aku merunduk!"


Kemudian Musang naik di atas punuk Unta. Dan Unta mulai berenang di dalam air menyeberangi sungai. Karena berdiri di atas punuk, Musang itu sama sekali tidak tersentuh air.


Ketika mereka baru sampai ditengah sungai pada arus yang deras, Unta berkata, "Maaf kawan, aku harus bergulung-gulung dalam air setelah makan sore."


"Jangan kawan, jangan!" teriak Musang penuh kekhawatiran "Karena pasti aku akan basah dan terseret arus sungai ini."


"Mungkin kau memang akan begitu," kata Unta, "tetapi kau harus tahu bahwa aku harus selalu bergulung-gulung dalam air setiap kali habis makan sore."


Unta pun mulai bergulung-gulung dalam air, dan Musang yang licik itu mulai basah. Pertama-tama ekornya, lalu seluruh tubuh dan akhirnya ia tenggelam hanyut dalam air tak diketahui nasib selanjutnya.


Begitulah, Musang yang mencelakakan temannya untuk kepentingan sendiri, akhirnya celaka sendiri.


Sumber:  Majalah Bobo - no.25, 27 September 1986

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...