TANTI sendiri tahu benar, mengapa mereka sampai bermusuhan seperti itu. Mimi tidak mau menerima tuduhan Oke, yang mengatakan ia berbuat curang dengan mencontek kunci jawaban, ketika ulangan matematika sehingga Mimi mendapat nilai sepuluh.
Yang betul-betul membuat kesal Tanti, sekarang kalau dia berbicara dengan Oke, Mimi menuduhnya telah bersengkokol dengan Oke. Begitu juga sebaliknya, Oke menuduhnya bersengkokol dengan Mimi, kalau ia berbicara dengan Mimi. Ini benar-benar membuatnya serba salah. Terutama, saat istirahat datang. Akibatnya, kini Tanti lebih sering bermain dengan anak-anak perempuan lainnya. Atau sekali Tanti pun bermain dengan anak laki-laki.
Pernah beberapa kali Tanti menganjurkan pada Oke atau Mimi berbaikan kembali dan mengajak mereka bertiga untuk bersahabat seperti semula. Namun, keduanya tidak ada yang mau mengalah. Bahkan tadi pagi Tanti merasakan, ucapan-ucapan Mimi sungguh keterlaluan.
"Walaupun Oke mau meminta maaf, aku tidak akan memaafkannya!" begitu kata Mimi sambil mencibir.
"Mungkin Oke salah bicara. Maksudku, ia dulu menuduhmu begitu dengan tidak disengajanya," tukas Tanti cepat.
"Apa?! Tidak disengaja? Sudah jelas Oke menuduhku mencontek. Bahkan ia pun berkata begitu padamu, kan? balas Mimi sambil memandang tajam ke arah Tanti. "Dan kau tahu sendiri, karena ulahnya itu hampir semua anak di kelas, juga Bu Haryati menaruh curiga padaku!" sambung Mimi dengan suara keras.
"Tapi kamu tidak melakukannya, kan?" potong Tanti.
"Oh, jadi kamu juga menuduh aku mencontek, begitu?!"
"Bu ... bukan itu maksudku, Mi," kilah Tanti cepat, melihat Mimi nampak begitu marah.
"Ah, memang kalian berdua sama saja!" sambil berkata begitu Mimi berlari meninggalkan Tanti begitu saja.
Tanti hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Sungguh ia telah bingung dibuatnya. Tapi bukanlah Tanti, kalau harus menyerah begitu saja. Ia sudah bertekat untuk merukunkan kembali kedua sahabatnya itu. Karena itu, sepulang sekolah ia tidak langsung pulang ke rumah. Tanti sengaja mendatangi Bu Haryati di ruang guru.
"Selamat siang, Bu......" ucap Tanti, ketika berhadapan dengan Bu Haryati.
"Oh, Tanti. Ayo masuk," ajak gurunya itu.
Tanti segera masuk dan duduk di hadapan Bu Haryati. Ia tidak membuang-buang waktu lagi, ketika Bu Haryati menanyakan keperluannya. Ia menceritakan semua keadaan Mimi, Oke dan juga dirinya sekarang ini.
"Baiklah kalau begitu, besok kalian bertiga akan Ibu panggil ke kantor," begitu janji Bu Haryati, setelah mendengar penjelasan Tanti.
Keesokan harinya, ketika istirahat Irfan sang ketua kelas memberitahu Tanti, Oke, dan Mimi dipanggil menghadap Bu Haryati. Hampir seluruh mata yang ada di kelas menatap ketiganya, ketika mereka keluar kelas.
"Ini pasti gara-gara kamu, Tanti!" kata Mimi dengan wajah tegang. "Mau apa sih kamu ini sebenarnya?!" sambungnya dengan sini. Tanti tidak menyahut, sementara itu Oke sudah melangkah jauh di depan mereka, menuju ruang guru.
"Kemarin Tanti menceritakan semuanya tentang kalian," ucap Bu Haryati, ketiga ketiganya sudah berada di ruang kantor. "Ibu setuju sekali dengan apa yang diinginkan Tanti. Yakni, agar kalian bersahabat kembali," sambungnya.
"Kami tidak bermusuhan kok, Bu," tukas Mimi.
"Tidak usah menyangkal, Mimi. Ibu pun sudah tahu, walaupun Tanti tidak memberitahukannya. Kejadian ini hendaknya kalian jadikan pelajaran. Bahwa perbuatan curang itu akhirnya hanya akan merugikan kita sendiri, Mi. Padahal dua bulan yang lalu kau mendapatkan nilai sepuluh, tapi sekarang nilaimu jatuh sekali," sambung Bu Haryati panjang lebar, matanya menatap tajam pada Mimi.
Seketika itu wajah Mimi memerah, lalu ia diam tertunduk. Oke dan Tanti hampir bersamaan melirik ke arahnya. Jadi memang benar Mimi telah berbuat curang, dengan melihat kunci jawaban itu.
"Sekarang tidak ada alasan lagi untuk kalian saling bermusuhan. Dan ibu berpesan, agar kalian lebih giat lagi belajar. Jangan sampai kejadian ini terulang kembali," pesan Bu Haryati akhirnya.
Oke dan Tanti ikut merasakan bagaimana perasaan yang dialami Mimi sekarang ini. Maka ketika akan keluar, Oke cepat-cepat memegangi sebelah kanan tangan Mimi, sedang Tanti sebelah tangan kirinya. Lalu ketiganya melangkah keluar sambil bergandengan tangan, diiringi oleh senyum dan tatapan Bu Haryati yang merasa lega melihat mereka seperti itu.
Sumber : Majalah Bobo, No.52 - 2 April 1988
0 comments:
Posting Komentar