Minggu, 02 Oktober 2011

PETUNJUK YANG TAK TERDUGA

MUSIBAH ITU menimpa keluarga Serusi di Italia. Malam itu akan diputar film koboi. Oleh karena itu Giovani Serusi, putera sulung keluarga Serusi yang baru berumur 9 tahun, boleh menonton film itu.


Acara sebelum film koboi adalah film dokumenter yang mendemonstrasikan pemijatan jantung oleh seorang dokter kepada seorang yang pingsan.


Ibu Giovani heran sekali melihat Giovani yang begitu tekun mengikuti acara di layar televisi. Tidak seorang pun mengira bahwa seluruh perhatian yang ia curahkan ketika itu akan menolong jiwa ibunya keesokan paginya.


Pagi harinya sebelum berangkat ke sekolah, Giovani mengerjakan soal-soal matematika. Sesudah selesai mengerjakan soal-soal itu, ia memeriksa lagi PR-nya sambil sarapan pagi. Sebab siang nanti ia sudah harus menyerahkan PR-nya itu kepada guru matematikanya.


Sambil memakan rotinya, Giovani berkata kepada ibunya, "Bu, tolong periksa pekerjaanku ini." Tetapi tidak ada jawaban dari ibunya. Ia kemudian mengulangi permintaannya. "Bu, tolong periksa pekerjaan ini sekarang, sebab aku ingin berangkat lebih awal."


Karena kesal. Giovani berteriak sambil menengok ke belakang.


"Bu!" Alangkah terkejutnya Giovani saat itu melihat ibunya duduk dengan mata terbelalak sambil memegang cangkir di tangan kiri dan tangan kanannya memegangi dadanya sebelah kiri. Air mukanya memancarkan perasaan was-was. Akhirnya, ia jatuh dan kejang-kejang.


Ibu Giovani yang bernama Elena Serusi, jatuh tepat di depan kaki putera sulungnya. Giovani yang tadi merasa kesal berubah menjadi panik, ia berteriak,


"Bu, ada apa?"


Dalam kebingungannya, ia mengambil segelas air dan memaksa ibunya untuk minum. Tetapi ibunya tetap diam saja. Muka ibunya tampak putih pucat. Giovani mengira ibunya akan mati.


Kemudian dengan tidak terduga-duga lebih dahulu, terbayang dengan jelas sekali, gambar dokter di televisi kemarin malam yang sedang mendemonstrasikan cara memijit jantung yang sekonyong-konyong berhenti. Giovani segera berpikir, aku harus bertindak juga!


Segera ia menyuruh adiknya menyingkir dan memberi perintah, "Cepat panggil Bibi!"


Dengan cepat sekali tangan-tangan kecil Giovani bergerak memijit-mijit dada ibunya, seperti yang dilakukan oleh dokter di televisi kemarin malam. Selalu mengiang di dalam benaknya kata-kata dokter kemarin malam, "Tekan bagian tengah dada dan lepaskan kembali. Kerjakan itu terus-menerus. Jangan putus asa."


Menit-menit berlalu dengan cepat, tetapi Giovani tanpa merasa lelah sedikit pun terus mengerjakan perintah dokter di televisi kemarin malam. Tetapi ibunya bergerak sedikit pun juga.


Lutut dan pergelangan tangan Giovani sudah mulai gemetar. Sakit rasanya, seperti akan kejang. Namun demikian Giovani tidak berhenti. Ia berpikir, kurasa aku tidak salah memijitnya.


Baru sesudah kurang lebih 20 menit ada gerakan di dada ibunya dan terasa makin lama makin jelas denyut jantung itu. Kemudian terlihatlah ibunya mulai bernapas dengan teratur.


Sebagai putera sulung, walaupun baru berumur 9 tahun, Giovani merasa bertanggung jawab atas keselamatan ibunya. Kembali terngiang-ngiang kata-kata dokter di televisi kemarin malam.


"Walaupun sudah terlihat gerakan jantungnya, tetap harus dibawa ke rumah sakit! Giovani lari menuruni rumahnya sambil berteriak pada bibi dan adiknya yang ia jumpai di tangga.


"Ibu hidup kembali!"


Giovani segera menghentikan mobil yang lewat di depan rumahnya.


"Tolong, Pak, Ibu saya harus segera dibawa ke rumah sakit."


Untunglah Bapak itu mau menolong. Ia lari mengikuti Giovani menaiki tangga rumah. Ibu Giovani diselimuti, lalu dibopong ke mobil.


Dengan satu tangan memegang kemudi mobil dan satu tangannya lagi menekan klakson mobil terus-menerus, bapak itu melarikan mobilnya cepat sekali. Meskipun demikian rasanya lama sekali baru tiba di rumah sakit. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit Nuoro di Sardinia. Ibu Giovani diserahkan kepada dokter.


Sekarang perjuangan melawan maut diambil alih oleh para dokter rumah sakit. Giovani duduk di sudut ruan tunggu dengan hati berdebar-debar. Baru sekarang terasa sakit pada lutut dan pergelangan tangannya. Ia merasa kesepian. Pikirnya, saya harus pulang memberi tahu Bibi dan adik-adik serta harus menelepon Ayah yang berada di luar kota. Ya Tuhan, tolonglah ibuku. Sembuhkanlah ibuku. Aku berjanji akan selalu berlaku baik terhadap Ibu dan selalu mengerjakan PR-ku dengan baik."


Bertepatan dengan akhir doa Giovani, keluarlah seorang perawat dari kamar ibunya. Ia menghampiri Giovani sambil berkata lembut.


"Kemungkinan ibumu sembuh besar sekali. Tetapi sekarang kamu harus pulang dan beristirahat. Ibumu masih harus tinggal di rumah sakit beberapa hari lagi. Besok kamu boleh datang lagi menengok ibumu."


Dengan perasaan lega Giovani pulang.


Keesokan harinya Giovani sudah berada di tepi pembaringan ibunya. Ibu Giovani membuka matanya, menyuruh Giovani mendekat. Diciumnya pipi Giovani. Terasa hangat air mata ibunya membasahi pipi Giovani. Giovani mendekap ibunya sambil berkata, 


"Ibu sembuh kembali, bukan?"


Sumber: Majalah Bobo, no.37 - 24 Desember 1988



0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...